GURU RINGAN SISWA NYAMAN

Berbagai kendala dihadapi para guru dalam proses pembelajaran pada masa pandemi, diantaranya guru sulit mendeteksi apakah peserta didiknya benar-benar mengikuti pembelajaran ataukah hanya bermain-main bahkan keluar rumah sehingga tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya dikerjakan oleh orang lain. Permasalahan lainnya tidak semua siswa memiliki sarana berupa handpone untuk mengikuti pembelajaran dalam jaringan (daring) akibat ketidakmampuan orang tuanya untuk membelikan, ada juga dikarenakan karena satu handpone dipergunakan bersama-sama dalam satu keluarga. Hal ini menyebabkan adanya anak-anak jarang bahkan tidak  pernah mengikuti pembelajaran apalagi menyetor tugas-tugas yang diberikan.

Melihat permasalahan di atas, saya selaku Kepala Sekolah tidak tinggal diam dalam mencarikan solusi, karena bisa berakibat fatal jika keadaan tersebut didiamkan. Mengingat tugas kepala sekolah sebagai supervisi, langkah yang dilakukan adalah mengecek laporan belajar dari rumah yang dibuat oleh bapak/ibu guru mata pelajaran dan guru bimbingan konseling. Dari laporan tersebut dapat diamati bahwa memang benar terdapat siswa yang jarang bahkan tidak pernah mengikuti pembelajaran yang dikarenakan akibat tidak memiliki alat komunikasi berupa hp.

Saya awali dengan mengumpulkan wali kelas untuk mencari data secara riil anak-anak yang memang mengalami kendala alat komunikasi. Wali kelas adalah bapak dan ibu angkat peserta didik di sekolah seperti  orang tua asuhnya, siswa lebih dekat, kadang lebih nyaman menyampaikan permasalahan dirinya kepada wali kelas daripada orang tuanya. Dari data yang diperoleh ternyata terdapat 12 orang siswa yang tidak memiliki hp.

Selanjutnya mengumpulkan seluruh guru-guru untuk bersama-sama memberikan solusi atas permasalahan tersebut. Munculnya ide untuk memberikan hp bekas yang masih layak pakai yang dimiliki bapak/ibu guru disumbangkan secara sukarela kepada peserta didik. Respon guru-guru terutama bapak/ibu wali luar biasa, seakan berlomba-lomba terketuk hatinya untuk menyumbangkan handponenya. Sikap kepedulian sebagai perwujudan nilai-nilai karakter harus dimulai dari para pendidik.



Rasa sumringah dan Bahagia muncul dari raut muka peserta didik dan orang tua siswa saat menerima sumbangan walau hanya handpone bekas. Kontan hal ini memberikan motivasi kepada peserta didik untuk bisa mengikuti pembelajaran secara daring sehingga hak dasar pendidikannya bisa terlayani dan dapat meringankan beban keluarga ditengah kondisi ekonomi yang telah menjerit dan terjepit. Sumbangan yang diterima peserta didik lengkap pula dengan biaya kouta internet, karena pada saat tersebut pemerintah belum memberikan bantuan kouta internet gratis.



Bagaimana peserta didik yang belum menerima bantuan handpone? Sekolah mewajibkan guru-guru untuk melaksanakan Guru Kunjung, mendatangi peserta didik kerumah-rumah membimbing siswa belajar bukan hanya sekedar membawakan materi pembelajaran. Ada kejadian yang sangat menarik, dimana siswa yang sudah tidak bisa dinasehati oleh orang tuanya di rumah, akibatnya malas sekali bangun, hampir setiap hari terlambat mengikuti pembelajaran, namun saat didampingi dalam pembelajaran anak tersebut menjadi rajin belajar, rajin bangun pagi dan sampai saat ini tetap masih bersekolah karena awalnya sudah minta berhenti bersekolah.



Demikianlah kisah yang menginspirasi di sekolah kami, dari solusi yang diberikan dapat dijadikan obat kebuntuan guru dan siswa dalam pembelajaran daring melalui pemberian handpone maupun luring melalui guru kunjung. Dari Langkah-langkah tersebut di atas menjadikan sekolah kami keluar sebagi pemenang tingkat nasional dalam praktik baik pelaksanaan BDR dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.


£AISEI£LombaBlogAISEI

£komunitaspendidikanIndonesia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merdeka Belajar Merdeka Mengajar Merdeka Hasil Belajar

Keterbatasan Bukan Penghalang Kesuksesan